Berkomitmen mempercepat penurunan angka stunting di wilayahnya, Pemerintah Desa (Pemdes) Margasari melaksanakan Rembuk Stunting Tahun 2025 sebagai forum kolaborasi lintas sektor untuk menyepakati langkah, target, serta pembiayaan program percepatan pencegahan stunting. Kegiatan ini berlangsung dengan khidmat dan partisipatif, dihadiri Camat Kecamatan Sragi, Jaelani, S.STP., M.H., KUPT DALDUK Julianto, perwakilan UPT Rawat Inap Sragi Ririt Melisa "ahli gizi", pendamping desa, serta unsur unsur pimpinan kecamatan (Uspika) lainnya. Kehadiran para pemangku kepentingan ini menegaskan bahwa penanganan stunting bukan semata urusan layanan kesehatan, tetapi tugas bersama yang membutuhkan sinergi pemerintah, tenaga kesehatan, pendidik, kader, dan masyarakat.
Dalam sambutannya, pihak kecamatan menekankan pentingnya konsistensi intervensi spesifik dan sensitif. Intervensi spesifik ditujukan untuk 1.000 hari pertama kehidupan—mulai dari masa kehamilan hingga anak berusia dua tahun—seperti pemantauan kehamilan, suplementasi gizi, dan imunisasi. Sementara intervensi sensitif mencakup penyediaan air bersih, sanitasi layak, pola asuh, akses pendidikan PAUD, hingga ketahanan pangan keluarga. Rembuk Stunting diharapkan menjadi payung koordinasi agar kedua jenis intervensi ini berjalan beriringan, tidak tumpang tindih, dan tepat sasaran.
KUPT DALDUK Julianto menambahkan bahwa kualitas perencanaan keluarga berpengaruh langsung pada pencegahan stunting. Melalui edukasi perencanaan kehamilan, pemeriksaan pranikah, pelayanan KB, dan pendampingan keluarga berisiko, pasangan usia subur didorong menyiapkan generasi yang sehat sejak dini. Sinkronisasi program DALDUK dengan kegiatan PKK, Posyandu, dan Kader Pembangunan Manusia (KPM) desa menjadi kunci agar layanan sampai ke rumah tangga yang membutuhkan, khususnya keluarga dengan ibu hamil, balita, dan calon pengantin.
Dari sisi layanan kesehatan, perwakilan UPT Rawat Inap Sragi, Ririt Melisa, memaparkan pentingnya deteksi dini risiko kekurangan gizi dan pemantauan pertumbuhan anak. Posyandu-Posyandu di Margasari akan diperkuat melalui pelatihan kader, pemenuhan alat ukur standar (seperti timbangan dan length board), serta tata kelola pencatatan yang rapi. Ahli gizi yang hadir menegaskan perlunya edukasi menu sehat keluarga yang realistis, terjangkau, dan sesuai kearifan lokal—misalnya memaksimalkan bahan pangan sumber protein hewani/ nabati yang mudah ditemui warga. Melalui dapur sehat, kelas memasak, dan konseling gizi personal, orang tua diharapkan mampu menyediakan asupan seimbang sekalipun dengan anggaran rumah tangga terbatas.
Pendamping desa memfasilitasi sesi pemetaan sasaran prioritas. Rumah tangga dengan ibu hamil berisiko, ibu menyusui, baduta (bayi di bawah 2 tahun), balita dengan status gizi kurang, serta keluarga dengan akses air bersih terbatas diidentifikasi untuk mendapat layanan intensif. Hasil pemetaan ini menjadi dasar penyusunan Rencana Tindak Lanjut (RTL) desa. RTL memuat daftar kegiatan, penanggung jawab, jadwal pelaksanaan, indikator keberhasilan, dan rencana pembiayaan dari Dana Desa, alokasi APBDes lainnya, serta dukungan program kabupaten/kecamatan. Dengan begitu, setiap rupiah anggaran memiliki keluaran yang jelas dan terdokumentasi.
Rembuk juga membahas penguatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Sanitasi dan akses air minum layak menjadi perhatian utama, karena infeksi berulang dan diare berkepanjangan dapat menghambat penyerapan gizi. Pemdes Margasari bersama Uspika menyepakati kampanye “Satu Rumah Satu Jamban Sehat”, perbaikan drainase lingkungan, dan gerakan gotong royong kebersihan berkala. Di sisi lain, kader dan guru PAUD akan mengintegrasikan pendidikan gizi dan cuci tangan pakai sabun dalam kegiatan belajar, sehingga pesan kesehatan tertanam sejak usia dini.
Dari aspek tata kelola, forum merekomendasikan penguatan Sistem Informasi Desa (SID) untuk pencatatan gizi. Data balita, status antropometri, kehadiran di Posyandu, hingga kepatuhan konsumsi suplemen ibu hamil akan dikompilasi secara berkala. Data ini bukan hanya untuk pelaporan, tetapi dipakai aktif dalam pengambilan keputusan—misalnya menentukan lokasi kelas ibu hamil, penyaluran Pemberian Makanan Tambahan (PMT) berbasis pangan lokal, serta kunjungan rumah oleh kader atau tenaga kesehatan. Transparansi data juga mendorong partisipasi warga; keluarga dapat mengetahui perkembangan anaknya dan memahami langkah tindak lanjut bila ditemukan masalah.

Camat Sragi menegaskan pentingnya kolaborasi multipihak. Rembuk bukan seremonial, melainkan ruang menyatukan langkah. Pemerintah kecamatan, UPT kesehatan, DALDUK, sekolah, tokoh agama, karang taruna, dan pelaku usaha lokal diajak berperan sesuai kapasitas. Dunia usaha diundang mendukung kegiatan edukasi dan perbaikan sarana air bersih melalui skema tanggung jawab sosial (CSR). Tokoh masyarakat dan penyuluh agama menguatkan pesan gizi dan kesehatan reproduksi dalam pengajian serta pertemuan warga, agar pesan sampai dengan bahasa yang dekat dengan keseharian.
Pelaksanaan Rembuk Stunting Tahun 2025 di Margasari menunjukkan keseriusan desa dalam menghadapi isu krusial yang menentukan kualitas generasi mendatang. Dengan modal kebersamaan dan dukungan teknis dari para pihak—mulai dari Camat Kecamatan Sragi Jaelani, S.STP., M.H., KUPT DALDUK Julianto, perwakilan UPT Rawat Inap Sragi Ririt Melisa "ahli gizi", pendamping desa, hingga Uspika lainnya—Pemdes Margasari optimistis mampu memperkuat ketahanan keluarga, memperbaiki layanan dasar, dan menurunkan risiko stunting secara berkelanjutan. Harapannya, Margasari menjadi desa yang semakin sehat, berdaya, dan sejahtera, tempat anak-anak tumbuh optimal dan siap bersaing mewujudkan masa depan yang lebih baik. ( Red. Pemdes Margasari )